Tulisan ini merupakan salah satu tugas dari Diklat On
Line yang saya ikuti di P4TK Matematika Yogyakarta bekerja sama dengan Bank
Dunia yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2014 sampai dengan tanggal 8
September 2014. Tulisan ini berkaitan dengan Pertanyaan Efektif.
1. Pertanyaan efektif penting dalam pembelajaran karena pertanyaan efektif sangat
bermanfaat bagi siswa antara lain sebagai berikut.
a. Menelaah
dan merangkum pembelajaran topik sebelumnya atau topik baru
Menelaah
dan merangkum pembelajaran topik sebelumnya
|
Menelaah
dan merangkum pembelajaran topik baru
|
Tujuan:
agar siswa bisa melihat keterkaitan antar materi
pelajaran matematika sebab hubungan konsep-konsep di dalam matematika jauh
lebih penting dari pada konsep itu sendiri, setiap konsep memerlukan konsep
lain di dalam matematika
|
Tujuan:
lebih
diarahkan pada merangkum atau menarik poin penting
dari apa yang telah dipelajari, kegiatan menelaah lebih
intens diberikan di dalam proses pembelajaran berlangsung.
|
Contoh:
·
“Untuk mengingat pelajaran sebelumnya, coba nyatakan
dengan kata-kata bagaimana menghitung luas jajargenjang!”
·
“Setelah kamu mempelajari sifat-sifat persegipanjang,
apa yang dapat kamu katakan hubungan persegipanjang dengan jajargenjang yang
dipelajari sebelumnya?”
|
Contoh:
·
“Sekarang, coba masing-masing dari kamu memikirkan,
hal-hal apa saja yang menjadi ciri penting dari sebuah jajar genjang!”
·
“Jadi, apa kesimpulan yang dapat kita tulis setelah
mempelajari hubungan antar bangun datar?” Bagaimana kamu dapat menyatakan
hubungan tersebut secara sederhana?
|
Hindari:
“Untuk mengingat pelajaran sebelumnya, coba sebutkan
rumus menghitung luas jajargenjang!”.
|
Hindari:
”Sebutkan ciri-ciri jajargenjang!”
|
b. Mendorong
atau melibatkan siswa berpikir matematis
Contoh
(digunakan)
|
Contoh
(hindari)
|
“seberapa besar selisih luas antara lapangan voli
dengan lapangan sepak bola?”
|
“Lebih luas mana, apakah lapangan voli ataukah lapangan
sepakbola?”
|
“Coba kamu pikirkan mengapa persegipanjang merupakan
jajargenjang?”
|
“Apakah persegipanjang dan jajargenjang itu berbeda?”
|
“Apakah
semua sifat
jajargenjang ada pada
persegipanjang?”
|
Hindarkan bentuk pertanyaan yang bersifat dikotomi atau
benar salah atau sekedar menyebutkan definisi atau bunyi suatu konsep
misalnya Sebutkan sifat-sfat jajar genjang!
|
“Hitunglah volum botol
air mineral tersebut dalam satuan cm3 hingga angka satuan
terdekat!
|
”Hitunglah volum botol
air mineral tersebut!
|
Bagaimana
jika ternyata siswa belum mampu berpikir matematis atau ternyata apa yang
dipikirkan siswa belum mengarah pada berpikir matematis? Dalam hal ini, guru
dapat mengajukan pertanyaan yang bersifat penggugah atau pendorong.
Contoh:
·
“Coba kamu pikirkan lagi, apakah sudah tepat cara
menjawabnya seperti itu?”
·
“Bagaimana kamu mendapatkan bilangan tersebut? Adakah perhitungan
yang aneh yang telah kamu lakukan?“
·
“Coba dilihat kembali, mungkinkah jawabannya merupakan
bilangan pecahan?”
|
c. Menilai kesiapan (berpikir
matematis) siswa
Berpikir matematis adalah selalu memfokuskan pikiran
melibatkan kecermatan, relevansi, dan ketepatan. Dalam bahasa yang agak
sederhana, berpikir matematis sesungguhnya berpikir logis. Namun tentu yang
dimaksud adalah logika matematika, logika yang didasarkan pada kebenaran secara
matematis. Jadi, berpikir matematis tidak “melulu” harus berkaitan dengan angka
atau bilangan. Terkadang ada siswa berpikir dengan menggunakan bilangan namun
tidak tepat bahkan tidak relevan. Tidak semua pertanyaan dapat mendorong siswa
untuk berpikir matematis. Oleh karena itu, harus dipilih dengan cermat
pertanyaan yang dapat mendorong siswa berpikir matematis. Penggunaan bilangan
tentu saja membuat sesuatu menjadi lebih cermat.
Contoh pertanyaanya:
·
“Bagaimana anak-anak, apakah kalian siap menyelidiki
volum limas?”
·
“Andi, coba sebutkan peralatan apa saja yang sudah
disiapkan kelompokmu!”
·
“Apakah masih ada pertanyaan lagi atau masih ada yang
ragu, berikutnya kita akan mempelajari volum kerucut”
d. Mengecek
pekerjaan rumah atau tugas kelas dan pemahaman siswa
Bertanya secara lisan diajukan untuk mengecek pekerjaan
rumah (PR) siswa. Hal yang perlu dicek antara lain, apakah mereka sudah
menyelesaikan PR, apakah ada anggota kelompok yang tidak ikut mengerjakan PR,
apakah mereka membutuhkan waktu lebih lama lagi, apakah mereka membutuhkan
penjelasan tambahan, atau apakah ada masalah atau soal yang membingungkan bagi
mereka. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu akan membantu kita sebagai guru
memberikan penilaian terhadap tugas PR secara lebih adil dan benar. Hal yang
sama juga berlaku bila bertanya ditujukan untuk mengecek tugas kelas dan
pemahaman siswa.
Contoh:
·
“Soal nomor berapa yang paling menyulitkan menurut
kalian? Mengapa?”
·
“Adakah yang belum jelas terkait tugas tersebut?”
· “Adakah
kata-kata yang masih membingungkan bagi kalian?”
e. Menilai
ketercapaian tujuan pembelajaran atau sebagai asesmen formatif
Tujuan bertanya sebagai asesmen formatif, lebih baik
dinyatakan secara tertulis karena bisa menjangkau setiap siswa dan bersifat
individual. Pertanyaan formatif yang bersifat lisan di depan kelas, tidak dapat
menilai siswa satu per satu. Dengan demikian tujuan menilai untuk melakukan
kedudukan siswa dan diagnosa kesulitan tidak akan tercapai. Tidaklah benar,
jika pertanyaan asesmen berkisar pada pertanyaan benar salah, juga pertanyaan
terkait definisi atau bunyi rumus. Namun demikian, pertanyaan yang bersifat
konseptual tidak berarti tidak penting. Barangkali sering dilupakan oleh guru,
bahwa tidak semua siswa telah memahami konsep walaupun mereka dapat
menyelesaikan soal-soal terapan konsep tersebut. Hanya saja, pertanyaan
berbentuk konseptual harus dinyatakan untuk mendapatkan pemahaman bukan ingatan
semata.
Contoh:
· “Coba
nyatakan dengan 3 cara berbeda, pengertian bangun datar persegi!”
· “Berilah
contoh dan bukan contoh, 5 benda dalam bentuk yang berbeda-beda di sekitar kita
yang dapat dikategorikan sebagai prisma!”
· “Jelaskan,
apakah kerucut termasuk dalam jenis bangun ruang limas?”
Sementara bentuk pertanyaan terapan konsep, tidak cukup
pertanyaan yang bersifat mekanistik. Jauh lebih penting, bentuk pertanyaan yang
bersifat problematik atau bersifat terbuka namun tetap terkait dengan konsep
yang akan dinilai.
Contoh yang bersifat mekanistik:
· “Berapa
cm2 luas persegipanjang yang alasnya 4 cm dan tingginya 9 cm?”
· “Hitunglah
volume limas, jika diketahui luas alas 10 cm^2 dan tingginya 5 cm!”
Contoh pertanyaan yang dianjurkan:
· “Jika
sebuah persegipanjang memiliki luas 36 cm2 dan memiliki sisi-sisi bilangan
bulat, lukislah semua bentuk
persegipanjang yang mungkin dalam satuan cm!”
· “Jika
volum limas 100 cm2 dan tingginya 5 cm, berapa keliling yang alasnya berbentuk
segitiga?” Nyatakan
jawabanmu dalam angka satuan terdekat!
· “Pak Dirman akan membuat
wadah penampung air. Ia ingin wadah dapat menampung antara 80 hingga 100 liter
air. Berbentuk apa dan berapa ukuran wadah yang dapat dibuat Pak Dirman?”
f. Mendiagnosa
kesulitan siswa
Untuk dapat mendiagnosa kesulitan siswa, maka bertanya
yang bersifat gradual perlu dilakukan. Namun ini lebih kepada pertanyan lisan.
Namun untuk bentuk pertanyaan tertulis, maka pemilihan pertanyaan yang kaya
akan subtansi lebih diutamakan, misalnya pertanyaan terapan konsep, pemecahan
masalah, atau bentuk pertanyaan terbuka (open ended).
Contoh.
Ani, mengapa kamu hanya benar 2 dari soal soal? Mengapa
di 8 nomor itu, kamu tidak dapat menjawab? Adakah soal-soal itu membingungkan
kamu? Apakah kamu tidak memahami beberapa istilah dalam soal? Apakah kamu
kesulitan untuk menemukan cara menjawab soal itu? Apakah kamu merana kesulitan
melakukan perhitungan?
Dalam kerangka asesmen formatif apalagi sumatif, maka membuat
pertanyaan yang bersifat uraian akan sangat membantu guru dalam mendiagnosa
kesulitan siswa. Oleh karena itu, tanpa meninggalkan pertanyaan konseptual,
maka bentuk pertanyaan aplikasi yang bersifat kaya atau penuh dengan data,
cara, bahkan alternatif jawaban mutlak diperlukan.
g. Mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan sikap inkuiri
Bertanya jika tepat kita meramu isi pertanyaanya, maka
dapat mendorong siswa untuk lebih kritis dan kreatif. Seperti yang telah
dijelaskan di bagian terdahulu, perlu dihindari pertanyaan yang bersifat
dikotomi atau mendorong pada jawaban yang seragam. Sikap inkuiri atau sikap
selidik dapat didorong dengan bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat menantang
pikiran siswa. Alih-alih membuat soal yang rumit, lebih baik membuat soal
sederhana tetapi membutuhkan pemikiran yang kritis untuk dapat
menyelesaikannya.
Contoh.
· “Buatlah
sebuah trapesium yang semua sisinya merupakan bilangan bulat!”
·
“Untuk membentuk bangun segitiga, diperlukan 3 koin atau
6 koin, seperti tampak pada gambar. Berapa koin di antara 100 dan 120 yang
dapat membentuk sebuah segitiga?”
h. Memancing
siswa untuk mengemukakan pendapatnya sendiri
Tujuan bertanya ini penting karena untuk mendorong siswa
berani mengemukakan pendapat dan bertanggungjawab atas pilihannya dalam
memecahkan masalah/soal. Tidak mudah memancing siswa untuk mau mengemukakan
pendapat. Segala upaya harus dapat dilakukan guru agar siswa terdorong untuk
mengemukakan pendapatnya sendiri. Namun tentu saja, guru harus memberikan
pertanyaan yang bersifat terbuka atau memungkinkan cara dan/atau jawaban yang
berbeda-beda. Jika soal yang diajukan bersifat tertutup atau hanya ada satu
jawaban atau satu cara maka tidak dapat diharapkan adanya pendapat sendiri yang
berbeda dari siswa. Pertanyaan memancing harus dipilih sehingga memungkinkan
siswa untuk berani menyatakan pendapatnya.
Contoh.
· “Coba
kamu cermati hasil pekerjaan Prabowo. Ada yang perlu ditanyakan? Adakah yang
perlu penjelasan tambahan? Atau adakah yang keliru?”
· “Ada yang
berbeda dari apa yang dikerjakan Prabowo di depan tadi?”
·
“Ibu pikir mungkin ada cara lain, siapa yang menjawab
dengan cara berbeda dari Prabowo?”
· “Pekerjaan
Prabowo sudah benar, tetapi mungkin ada yang lebih baik. Adakah cara lainnya?”
i.
Memberi kesempatan kepada semua siswa mendengar penjelasan
yang berbeda-beda dari siswa lainnya .
Tujuan bertanya ini dicapai bila bertanya dengan tujuan memancing siswa
mengemukakan pendapatnya sendiri dapat terwujud. Pertanyaan yang dapat diajukan
kepada siswa sama dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memancing siswa mengemukan
pendapatnya sendiri.
j. Membantu
guru menentukan laju pelajarannya dan untuk mengendalikan perilaku siswa
Bentuk pertanyaan dengan tujuan menentukan laju pelajaran
berkaitan dengan substansi materi yang telah dipahami siswa. Jika dianggap
siswa telah memahami sepenuhnya, maka guru perlu mengajukan pertanyaan untuk
meyakinkan guru akan hal itu.
Contoh.
· “Jadi,
semua sudah paham, mengapa rumus limas memuat faktor sepertiga?”
· “Apa
kesimpulanmu mengenai sifat-sifat belah ketupat?”
Untuk mengendalikan perilaku siswa, umumnya berbentuk
pertanyaan lisan, karena perilaku merupakan aktivitas yang dapat diamati.
Perilaku siswa dapat bersifat positif maupun negatif. Perilaku yang bersifat
positif antara lain keseriusan, disiplin, cermat. Sementara perilaku negatif
sebaliknya, tidak acuh, seenaknya, terburu-buru, dan lain sebagainya. Dengan
bertanya, maka guru dapat mengendalikan perilaku siswa menuju ke arah positif,
baik pertanyaan itu bersifat substantif maupun non-subtantif. Jika
pertanyaannya subtantif, maka siswa akan tersadar dan mau terlibat agar dapat
menjawabnya. Namun bila bersifat non-substantif maka lebih diarahkan untuk
mendapatkan perhatian langsung dari siswa.
Contoh.
·
“Nah,
sekarang, ibu mau bertanya, soal nomor ......” (substantif)
· “Ehhmm,
Gareng.... mengobrol apa dengan Susi...?” (non-substantif)
2. Karakteristik dari pertanyaan efektif yang kemungkinan besar dapat membelajarkan siswa secara maksimal adalah
a. Menuntut
siswa berpikir, tidak sekedar mengingat dan menyebutkan.
Pertanyaan yang efektif lebih menghendaki siswa untuk berpikir lebih dari
sekedar mengingat, tetapi juga tingkat berpikir yang lebih tinggi:
menganalisis, menilai, menyimpulkan, membandingkan, menggeneralisasi, membuat
hubungan, menerapkan, menjelaskan. Lebih efektif pertanyaan dalam kata tanya: mengapa
atau bagaimana, daripada pertanyaan apa atau mana.
b. Bersifat atau mengarah pada
pertanyaan yang open-ended.
Jika pertanyaan dengan situasi yang tertutup, umumnya
siswa akan memberi jawaban yang mudah ditebak atau hanya menuntut tingkat
berpikir yang rendah. Inti dari pertanyaan open-ended adalah menuntut siswa mengembangkan cara untuk memahami
pertanyaan dan cara untuk bagaimana menjawab pertanyaan. Selain itu, yang
menjadi ciri penting adalah memungkinkan membuat jawaban yang beragam tingkat
kebenarannya.
c. Memungkinkan jawaban yang
beragam.
Salah satu ciri pertanyaan yang efektif adalah pertanyaan
yang memungkinkan jawaban yang benar lebih dari satu. Baik, tingkat
kebenarannya setara maupun tidak setara. Hal ini memungkinkan seluruh siswa
dengan kemampuan dan potensi yang berbeda-beda dapat “beraksi” memberikan
jawaban dengan caranya masing-masing.
d.
Memungkinkan siswa memaknai matematika dari proses
menjawab pertanyaan tersebut.
Sifat ini sulit tercapai jika pertanyaan tidak memberi
ruang adanya “proses” dalam menjawab, seperti adanya proses memahami
pertanyaan, proses memilih data, proses memilih strategi, proses menghitung,
proses membuat narasi dan argumentasi, hingga proses review dan refleksi.
Dengan melakukan proses-proses tersebut siswa belajar memaknai pentingnya
matematika bagi diri mereka, siswa memaknai kegunaan matematika, hingga siswa
memaknai sifat dasar matematika.
e. Memungkinkan
guru menilai secara holistik kemampuan matematika siswa. Pertanyaan yang
efektif adalah pertanyaan yang memungkinkan seluruh kompetensi matematis dapat
dievaluasi, tidak saja kemampuan mengingat, tetapi juga aspek komunikasi,
keterampilan memecahkan masalah, aspek afektif-matematis (terampil, tekun,
teliti/cermat, kreatif).
3. Pertanyaan yang kurang efektif antara lain adalah:
a. Pertanyaan
yang tertutup, misalnya ya/tidak, atau pertanyaan tertutup (mengisi
titik-titik).
b.
Pertanyaan yang memandu siswa pada jawaban atau memberi
petunjuk (clue) pada jawaban.
Karean siswa perlu belajar dan berpikir di dalam matematika, tidak selalu harus
dibimbing. Guru harus memberi kepercayaan pada mereka dan memberi kesempatan
pada mereka untuk menjawab. Hal yang dibutuhkan adalah dorongan bagi mereka.
c.
Pertanyaan yang terpusat pada guru. Arahkan siswa bahwa
merekalah yang memiliki kepentingan dengan pertanyaan tersebut. Misalnya,
“jelaskan pada teman-temanmu bahwa ...”, “coba yakinkan dirimu, mengapa.... “.
d.
Hindari memberi label mudah atau sulit pada pertanyaan
yang diajukan. Ini dapat membuat siswa tidak mengerahkan perhatian yang
maksimal untuk menjawab pertanyaan.
e.
Jangan pernah menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan.
Usahakan siswa dapat menjawabnya walaupun pada akhirnya dengan sedikit bantuan
dari guru.
f. Hindari
memberi judgment salah pada
jawaban siswa. Akan lebih positif, dengan menganggap jawaban siswa belum tepat sehingga mengundang mereka untuk
berpikir ulang dan melakukan usaha kembali menjawab pertanyaan dengan
memikirkan mengapa jawaban mereka belum tepat.
4. Hal berbeda yang akan saya lakukan pada pengajaran matematika selanjutnya
adalah
a.
Memberi kesempatan yang cukup pada
siswa untuk menjawab soal. Tidak terburu-buru menjawab soal yang diajukan.
Sadari bahwa terkadang guru sendiri membutuhkan waktu untuk menjawab soal.
b.
Menunjukkan perhatian dan keseriusan pada apa atau cara
berpikir siswa.
c.
Memberikan apresiasi pada usaha siswa untuk berpikir,
apapun jawabannya.
d.
Mengupayakan siswa berpikir secara mandiri baik secara
sendiri-sendiri maupun berkelompok. Jangan sampai siswa hanya membeo jawaban
temannya.
e.
Mengupayakan siswa tidak menjawab secara serentak.
Memberi kesempatan kepada siswa satu per satu.
f. Meminta
siswa untuk selalu mengemukakan alasannya atau argumentasi di balik jawabannya.
Daftar Pustaka
Kemdikbud. 2014. Modul Pelatihan Diklat On
Line P4TK Matematika Yogyakarta Bahan Bacaan No 2.1.1, 2.1,2, 2.1.3, 2.1.4.
Yogyakarta: P4TK Matematika Yogyakarta
2 komentar:
Bermanfaat... terima kasih
Bermanfaat... terima kasih
Posting Komentar